Di dalam ruang yang tak ada cahaya setitik pun, kegelapan menenggelamkan dirinya. Meski matahari telah menyongsong, sinarnya bahkan tak mampu masuk ke dalam daerah yang menjadi tempat kesendiriannya itu.
Di bawah selimut yang tebal dia meringkuk. Bukan
karena takut. Dia hanya ingin menyembunyikan dirinya dari kejahatan yang
mungkin akan muncul kembali dari dirinya yang lain. Ia bahkan tak ingin
mengingat apa yang telah ia lakukan sebelumnya ketika ia tak mampu
mengendalikannya.
Namun bayang-bayang peristiwa itu terus menghantui
pikirannya seakan memang sudah diprogram untuk terus berputar di kepalanya.
Disibaknya selimut tebal itu seraya menjerit
kesetanan. Ia tak tahan lagi dengan bayang-bayang itu yang setiap saat
menerornya. Rambut kusut yang sudah sering ia acak-acak kembali diacak-acaknya.
Gadis berambut coklat itu meraih dua bantal dengan
hiasan bordil bertuliskan : Love You
Maddley yang tertata rapi di belakangnya yang kemudian ia lempar dengan
keras kedepan hingga mengenai tembok.
Keinginannya untuk menepis cuplikan-cuplikan
peristiwa itu selalu saja gagal. Semakin ia berusaha menepisnya, semakin kuat
ingatannya tentang kejadian yang terjadi 3 tahun yang lalu.
Jeritannya mendadak berhenti. Tatapan tajamnya
terpaku pada sebuah foto yang terpajang di meja dekat ranjangnya. Bibirnya
bergetar, tiba-tiba saja ia merasa napasnya sesak, dan tanpa diduga-duga air
bening merebak keluar dari matanya.
Entah kenapa dia merasa sangat nyeri di hatinya
seakan ada genggaman tangan besar yang memukul hatinya. Sakit, sesak, dan
perih, itu yang dia rasakan sekarang.
Perlahan tangannya terulur, meraih foto itu. Wajah
tiga orang terpampang jelas di sana, kedua orang tua dan seorang anak perempuan
berambut coklat dengan balutan seragam toga.
Mereka tampak sungguh bahagia dengan senyum bangga
yang terlukis di wajah kedua orang tua itu dan senyum gembira di wajah anak
perempuannya. Benar-benar suasana pasca wisuda yang membahagiakan.
Namun.. bayangan pasca wisuda itu mendadak berubah
menjadi cuplikan adegan di sebuah kamar dengan darah yang berceceran di mana-mana,
bantal-bantal dan kasur yang isinya mencuat keluar, sprei serta tirai yang
robek sana-sini, dan tembok yang tersayat-sayat.
Itu tak lebih mengerikan, karena yang lebih
mengerikan lagi adalah adanya tubuh tak bernyawa seorang wanita paruh baya yang
terduduk bersandar di tembok dengan pisau yang menancap di lehernya, tubuh
seorang pria yang juga paruh baya yang menggantung di langit-langit kamar
dengan wajah penuh sayatan dan jarum besar yang menancap di kedua bola matanya,
serta seorang gadis dengan pakaian yang penuh noda darah tengah menangis seraya
menyeringai lebar.
Gadis itu menjerit kembali—namun kali ini lebih
keras lagi—sembari melempar foto itu dengan spontan. Air mata kembali mengalir
di kedua pipinya dan ia kembali mengacak-acak rambutnya.
Namun detik kemudian, jeritannya berubah menjadi
tawaan. Tawaan yang begitu puas atas usaha yang telah dilakukannya. Namun
seakan ada dorongan yang lain, tiba-tiba tangannya menampar wajahnya sendiri,
lalu tawa itu pun berubah menjadi tangisan kembali.
Dia turun dari ranjangnya, lalu berjalan gontai ke
sebuah meja dan membuka lacinya. Diambilnya sebuah pisau yang kebetulan
tersedia di sana, kemudian tanpa menunggu apa-apa lagi, ia langsung meletakkan
pisau itu di lehernya, dan tanpa ada hitungan ketiga, pisau itu sudah memotong
urat nadinya.
Tubuhnya langsung terjatuh ke lantai. Matanya masih terbuka lebar dengan mulut yang terbuka juga, namun jiwanya kini telah berpisah dengan raganya, menyusul kedua orang yang telah pergi terlebih dahulu karena ulah dirinya.
Originale by Felisaries Fae
Theme : Thriller

![[CERPEN-THRILLER] The Other Side cerpen thriller](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPivxZZFeLAIzyoAMx4nZ5wxGB2hbOOWkvDEsuGrQPMH0uYXn_KVa7UTUBMie7g-AY8aMAsKRWLy02EQ9E7xAgMq0QTZvNHP0lqHjqoe8VsaQQqc150MNhdtH_TEDiLbhW4kn8gXOyJW8d/s16000/cerpen-thriller-2.jpg)
0 Komentar